::: Simak berbagai info PK IPNU-IPPNU UIN Maliki melalui media sosial Facebook (pkpt ipnu ippnu uin malang), Instagram (@ipnuippnu_uin) :::: untuk mekanisme pengiriman berita ataupun artikel, akan diumumkan secepatnya"
Selamat Datang di Portal PK IPNU IPPNU UIN Malang
Belajar, Berjuang, Bertaqwa
Karena IPNU-IPPNU, maka aku ada
Pengukuhan Forum Koordinasi IPNU UIN Malang
Pengukuhan Forum Koordinasi IPPNU UIN Malang
Pimpinan Pusat IPNU Luncurkan Logo Harlah Ke-63

Hening Ditengah Krisis: Minimnya Respons Pelajar Nahdlatul Ulama Terhadap Isu Ekologis Indonesia

 

Sumber Gambar: Tempo.co

Sumber Gambar: Tempo.co

Tulisan ini merupakan refleksi saya sebagai pelajar yang tergabung dalam Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), berangkat dari pemahaman ilmiah dan didukung data yang dapat dipertanggungjawabkan. Meski saya bukan tokoh struktural besar di IPNU, itu tidak membuat saya diam. Justru saya terdorong untuk bersuara, terutama terkait isu ekologis yang melanda Ibu Pertiwi.

Akhir-akhir ini, beredar sebuah berita yang mengangkat isu ekologis di Papua, tepatnya di daerah Kabupaten Raja Ampat, di Pulau GAG. Saya bertanya-tanya, mengapa pelajar NU begitu diam terhadap isu ini? Apakah karena salah satu tokoh NU menjadi komisaris di perusahaan tambang tersebut, sehingga membuat mereka enggan bersuara? Bisa jadi juga karena lunturnya sikap kritis, pasifnya pelajar, atau karena mereka terlena oleh kenyamanan hidup modern. Semua ini menunjukkan bahwa pelajar NU saat ini mulai kehilangan daya kritis dan peran aktif yang dulu lekat dengan NU. Padahal Indonesia adalah negara demokrasi, di mana warganya bebas menyuarakan pendapat. NU sebagai ormas Islam terbesar sudah seharusnya aktif dalam dinamika bangsa dan ikut membawa perubahan positif.

Jika menilik kembali pada Tahun 2023, Majelis Ulama Indonesia pernah mengeluarkan fatwa tentang “Hukum Pengendalian Perubahan Iklim Global”, yang menegaskan bahwa perusakan lingkungan seperti penggundulan hutan atau pembakaran lahan yang berlebihan adalah haram. NU sendiri melalui muktamar ke-33 tahun 2015 juga melarang eksploitasi alam secara berlebihan. Keputusan itu menolak monopoli dan kartel pengelolaan SDA karena bertentangan dengan syariat dan konstitusi. Sayangnya, semangat tersebut tak sejalan dengan kondisi saat ini. Fatwa dan keputusan muktamar harusnya dijalankan, bukan sekadar jadi dokumen simbolis.

Sesekali, saya merasa heran kepada mereka yang kerap mengagung-agungkan pernyataan dari K.H Hasyim Asy’ari yang berbunyi, “Siapa yang mau mengurusi Nahdlatul Ulama, saya anggap ia santriku. Siapa yang jadi santriku, saya do’akan husnul khotimah beserta anak cucunya.” Tapi bagaimana mereka mengartikan kalimat itu? Kalau sungguh ingin mengurus NU, maka pelajar juga harus mengembalikan peran aktif NU di masyarakat. Salah satu caranya adalah dengan bersikap kritis dan menjaga eksistensi NU sebagai organisasi yang ikut memperjuangkan kemajuan bangsa. Pelajar NU tak boleh diam melihat tindakan yang merusak bangsa dan kehidupan masyarakat.

KH. Hasyim Asy'ari menerapkan teologi antroposentris, seperti yang dikembangkan Hasan Hanafi. Baginya, agama tak hanya soal hubungan dengan Tuhan, tapi juga harus memberi manfaat nyata bagi masyarakat. Ini beliau buktikan lewat pendirian Pesantren Tebuireng dan pembentukan Persyarikatan Pedagang. Sebagai pelajar NU masa kini, kita pun harus ikut menyuarakan dan memberi masukan terhadap isu besar seperti kerusakan lingkungan dan pelanggaran HAM. Ini bentuk kontribusi sosial dan wujud nyata dari nilai Islam.

Trilogi Gerakan "Belajar, Berjuang, Bertaqwa" perlu dimaknai dan diterapkan, bukan hanya jadi slogan. Pelajar NU harus mampu menunjukkan ilmu dan sikap kritisnya dalam kehidupan sehari-hari. Ini bukan soal ‘ingin terlihat’, tapi tentang tanggung jawab moral dan kontribusi bagi masyarakat. Lalu, apa kaitannya dengan isu ekologis? Ilmu, baik sains, sosial, maupun agama, harus diwujudkan dalam tindakan nyata untuk menjawab krisis lingkungan. Diam terhadap krisis berarti menyembunyikan ilmu. Dalam Islam, menyembunyikan ilmu adalah dosa, karena ilmu adalah amanah yang harus dimanfaatkan demi umat dan lingkungan.

Sekali lagi, mari kita tarik kembali benang sejarah sejenak. IPNU dan IPPNU yang didirikan Kyai Tholhah Mansur dan Nyai Umroh Mahfudhoh bukan hanya wadah organisasi, tetapi ruang kaderisasi. Tujuannya untuk mendidik pelajar agar cerdas, berakhlak, dan siap berkontribusi dalam kehidupan sosial dan keagamaan. Semangat ini sangat relevan dengan isu ekologis. Pelajar NU harus jadi pelopor dalam edukasi lingkungan, menjaga alam, dan mengkritisi perusakan. Ini bukan sekadar ajakan moral, tapi juga amanah keagamaan.

Ahmad Rahma Wardhana, Nahdliyin dan peneliti dari UGM, menegaskan pentingnya empati terhadap masyarakat di sekitar tambang. Mereka yang tinggal jauh dari lokasi tambang mungkin menikmati hasilnya, tapi masyarakat di sana merasakan langsung kerusakan: tanah rusak, air dan udara tercemar, jalan hancur, bahkan munculnya praktik prostitusi. Pertambangan memang menguntungkan secara ekonomi, tapi dampaknya nyata dan sering diabaikan. Maka, warga NU yang punya akses pendidikan dan ruang publik harus berperan aktif dalam advokasi dan pendampingan masyarakat terdampak. Membela lingkungan berarti membela hak hidup, bagian dari nilai kemanusiaan dan keislaman.

Ingatlah, ini adalah tanah air kita, juga tanah air mereka. Di sini kita semua bukan turis. Kita semua, pelajar NU punya tanggung jawab bersama menjaga lingkungan. Karena ide tak akan tumbuh di tanah yang rusak. Sekarang saatnya bersuara dan berperan. Diam bukan lagi pilihan di tengah krisis. Mari saling menguatkan dalam perjuangan menjaga bumi dan kemanusiaan.

وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ اَشْيَاۤءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا فِى الْاَرْضِ مُفْسِدِيْنَۚ ۝١٨٣

Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu melewati batas di muka bumi dengan membuat kerusakan. (QS. Asy-Syu’ara : 183)

 

Oleh: Muhammad Raihan Naufal Ash Shidiqy

(Lembaga Pers dan Jurnalistik FK IPNU-IPPNU K.H. Wahab Chasbullah 2025-2026)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to " Hening Ditengah Krisis: Minimnya Respons Pelajar Nahdlatul Ulama Terhadap Isu Ekologis Indonesia "

Posting Komentar